dbo:abstract
|
- Nirvana (Sanskrit: निर्वाण, nirvāṇa; Pali: nibbāna) is "blowing out" or "quenching" of the activities of the worldly mind and its related suffering. Nirvana is the goal of the Hinayana and Theravada Buddhist paths, and marks the soteriological release from worldly suffering and rebirths in saṃsāra. Nirvana is part of the Third Truth on "cessation of dukkha" in the Four Noble Truths, and the "summum bonum of Buddhism and goal of the Eightfold Path." In the Buddhist tradition, nirvana has commonly been interpreted as the extinction of the "three fires", or "three poisons", greed (raga), aversion (dvesha) and ignorance (moha). When these fires are extinguished, release from the cycle of rebirth (saṃsāra) is attained. Nirvana has also been claimed by some scholars to be identical with anatta (non-self) and sunyata (emptiness) states though this is hotly contested by other scholars and practicing monks. In time, with the development of the Buddhist doctrine, other interpretations were given, such as the absence of the weaving (vana) of activity of the mind, the elimination of desire, and escape from the woods, cq. the five skandhas or aggregates. Buddhist Theravada scholastic tradition identifies two types of nirvana: sopadhishesa-nirvana literally "nirvana with a remainder", attained and maintained during life, and parinirvana or anupadhishesa-nirvana, meaning "nirvana without remainder" or final nirvana, achieved on death, a death which is not followed by a rebirth or reincarnation in (according to Buddhist beliefs) the usual way. The founder of Buddhism, the Buddha, is believed to have reached both these states, the first at his Enlightenment under the Bodhi Tree, and the latter at his death many years later. Most Mahayana authorities have broadly similar ideas, but prefer the terms "abiding" and "non-abiding nirvana" for the two stages. Nirvana, or the liberation from cycles of rebirth, is the highest aim of the Theravada tradition. In the Mahayana tradition, the highest goal is Buddhahood, in which there is no abiding in nirvana. Buddha helps liberate beings from saṃsāra by teaching the Buddhist path. There is no rebirth for Buddha or people who attain nirvana. But his teachings remain in the world for a certain time as a guidance to attain nirvana. (en)
- Dalam agama Buddha, Nirwana (bahasa Sanskerta: निर्वाण nirvāṇa; Pali: nibbāna; Hanzi: 涅槃; Pinyin: nièpán) adalah kulminasi pencarian umat Buddha terhadap kebebasan dari samsara, yaitu siklus mati dan kelahiran kembali. Siddartha Gautama, Buddha, menjelaskan Buddhisme sebagai sebuah rakit yang, setelah mengapung di atas sungai, akan memperbolehkan sang penumpangnya untuk mencapai nirwana. Dalam pengertian yang lebih dalam, Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi, suatu keadaan kebahagiaan abadi yang luar biasa. Kebahagiaan Nibbana tidak dapat dialami dengan memanjakan indera, melainkan dengan menenangkannya. Nibbana bukanlah suatu tempat. Nibbana bukanlah suatu ketiadaan atau kepunahan. Nibbana bukanlah suatu surga. Tidak ada kata yang cocok untuk menjelaskan Nibbana ini. Nibbana dapat direalisasi dengan cara melenyapkan keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan kebodohan batin (moha). Dalam Kitab Udana VIII:3, Nibbana dijelaskan oleh Buddha sebagai berikut: "Oh, Bhikkhu, ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya Kamma, berhentinya Sankhara. Jika seandainya saja, Oh bhikkhu, tidak ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya Kamma, berhentinya Sankhara; maka tidak akan ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi karena ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya Kamma, berhentinya Sankhara, maka ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan, dan pemunculan dari sebab yang lalu" Lebih lanjut dalam Kitab Milinda Panha juga dijelaskan tentang Nibbana melalui percakapan antara Bhikkhu Nagasena dan Raja Milinda sebagai berikut: "Nibbana penuh dengan kedamaian dan kebahagiaan, Oh Raja. Barang siapa yang mengatur kehidupannya secara sempurna dengan memahami sifat kehidupan sesuai dengan ajaran para Buddha, menyadari kehidupan melalui kebijaksanaan, sebagaimana seorang siswa yang dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Sang Guru, menjadikan dirinya 'Nakhoda' bagi kapalnya sendiri,...""Apakah Nibbana suatu tempat?" tanya Raja Milinda"Nibbana bukanlah suatu tempat, Oh Raja, tetapi Nibbana ada sebagaimana api ada, meskipun api itu tidak disimpan di suatu tempat tertentu.""Apakah ada tempat berpijak bagi seseorang untuk mencapai Nibbana?""Ya, Raja, tempat itu adalah kebajikan." Jadi dapat disimpulkan bahwa Nibbana bukanlah suatu tempat atau alam kehidupan, melainkan keadaan yang terbebas dari semua kekotoran batin yang menjadi sebab penderitaan dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, kepedihan, ratapan dan keputus-asaan, yaitu Keserakahan (Lobha), Kebencian (Dosa), dan Kebodohan Batin (Moha). Nibbana dapat dicapai ketika masih hidup (Sa-upadisesa Nibbana) dan ketika meninggal dunia (An-upadisesa Nibbana). Ketika Pangeran Siddhartha mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi Samma Sambuddha, maka pada saat itu Dia mengalami Sa-upadisesa Nibbana. Ketika Buddha Gotama meninggal dunia pada usia 80 tahun di Kusinara, maka Dia mencapai An-upadisesa Nibbana atau Parinibbana. Cara untuk mencapai Nibbana adalah dengan mempraktikkan sendiri Jalan Mulia Berunsur Delapan, yaitu: 1.
* Pengertian Benar (Samma ditthi) 2.
* Pikiran Benar (Samma sankappa) 3.
* Ucapan Benar (Samma vaca) 4.
* Perbuatan Benar (Samma kammanta) 5.
* Penghidupan/Mata Pencaharian Benar (Samma ajiva) 6.
* Usaha/Daya Upaya Benar (Samma vayama) 7.
* Perhatian/Pengingatan Benar (Samma sati) 8.
* Konsentrasi/Meditasi/Keteguhan Benar (Samma samadhi) Hinduisme juga menggunakan sebagai sinonim untuk pemikiran mereka tentang Moksa, dan nirvana dibicarakan dalam beberapa tulisan tantra Hindu serta Bhagawad Gita. Konsep nirwana antara agama Buddha dan Hindu tidak boleh disamaratakan. (in)
|