Muhammad al-Faqih Muqaddam
Penyuntingan Artikel oleh pengguna baru atau anonim untuk saat ini tidak diizinkan hingga 2 Desember 2024. Lihat kebijakan pelindungan dan log pelindungan untuk informasi selengkapnya. Jika Anda tidak dapat menyunting Artikel ini dan Anda ingin melakukannya, Anda dapat memohon permintaan penyuntingan, diskusikan perubahan yang ingin dilakukan di halaman pembicaraan, memohon untuk melepaskan pelindungan, masuk, atau buatlah sebuah akun. |
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Al-imam Al-A'dzhom Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba'alawy ( Arab : الإمام الأعظم الفقيه المقدم محمد بن علي باعلوي )
Al-Faqih Muqaddam adalah julukan yang ditujukan kepada Sayyidina Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Marbath, pendiri Tarekat Alawiyyin dan leluhur dari para keturunan Alawiyyin yang tersebar di Indonesia. Al-Faqih Muqaddam dilahirkan di Tarim, Hadramaut, Yaman Selatan, pada 574 H/1176 M. Sejak kecil ia dapat bimbingan agama yang sangat baik sehingga hafal Al-Qur’an dan disibukkan dengan mengkaji berbagai ilmu agama. Ia sangat pandai dalam Ilmu Bahasa Arab dan Ilmu-Ilmu Adab, sebagian ulama mengatakan ia telah sampai pada tingkatan al-ijtihâd al-mutlaq.
Ia berguru ilmu tarekat pada Imam Sâlim bin Bashrî, Muhammad bin ‘Ali al-Khatîb, kepada pamannya sendiri Syaikh ‘Alwi bin Muhammad Shâhib Mirbath. juga kepada ulama besar Sufyân al-Yamanî.
Gurunya yang bernama Muhammad Bâmarwân berkata, “engkau sudah memiiki persyaratan untuk menjadi seorang pemimpin besar.” Syaikh Abdurrahman as-Segâf berkata, “al-Faqih al-Muqaddam menduduki maqam kutub selama 120 malam.”
Al-Faqih al-Muqaddam berguru dan memperoleh mandat (ijazah) tasawuf dari ayahnya dari kakek kakeknya sampai kepada Sayyidina ‘Ali bin Abi Thâlib k.w. Ia juga memiliki guru lainnya yaitu Abu Madyan dari Ya’azzâ dari Abi Harâzim dari Abu Bakar Ibnu al-‘Arabi dari Imam al-Ghâzali dari Imam Haramain dari Imam al-Juwaini dari Abu Thâlib al-Makkî dari Abu Bakar asy-Syiblî dari al-Junaid alBaghdâdî.
Gelar
[sunting | sunting sumber]Gelar al-Faqih diberikan karena ia adalah seorang guru besar yang menguasai banyak sekali ilmu-ilmu agama, diantaranya adalah ilmu fiqih. Salah seorang gurunya, Ali Bamarwan mengatakan, bahwa ia menguasai ilmu fiqih sebagaimana yang dikuasai seorang ulama besar yaitu al-Allamah Muhammad bin Hasan bin Furak al-Syafi'i' yang wafat tahun 406 Hijriah.[1]
Sedangkan gelar al-Muqaddam berasal dari kata Qadam yang berarti lebih diutamakan. Dalam hal ini, Muhammad bin Ali sewaktu hidupnya selalu diutamakan sampai setelah ia wafat, dan maqamnya yang berada di Zanbal, Tarim sering diziarahi kaum muslimin sebelum menziarahi maqam lainnya.[1]
Keilmuan
[sunting | sunting sumber]Sayyid Muhammad bin Ali yang terkenal dengan nama al-Faqih al-Muqaddam ialah sesepuh semua kaum Alawiyin. Ia seorang yang hafal al-quran dan selalu sibuk menuntut berbagai macam cabang ilmu pengetahuan agama. [1]
Mengenai Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, Sayyid Idrus bin Umar al-Habsyi dalam kitabnya Iqdul Yawaqiet al-Jauhariyah mengatakan: " Dari keistimewaan yang ada pada Sayyidina al-Faqih al-Muqaddam adalah tidak suka menonjolkan diri, lahir dan batinnya dalam kejernihan yang ma'qul (semua karya pemikiran) dan penghimpun kebenaran yang manqul (nash-nash Alquran dan Sunnah).[1]
Penulis buku al-Masyra' al-Rawy berkata: "Dia adalah seorang mustanbith al-furu' min al-ushul (ahli merumuskan cabang-cabang hukum syara' yang digali dari pokok-pokok ilmu fiqih. Ia adalah Syaikh Syuyukh al-syari'ah (mahaguru ilmu syari'ah) dan seorang Imam ahli hakikat, Murakiz Dairah al-Wilayah al-Rabbaniyah, Qudwah al-'Ulama al-Muhaqqiqin (panutan para ulama ahli ilmu hakikat),Taj al-A'imah al-'Arifin (mahkota para Imam ahli ma'rifat) dan dalam segala kesempurnaannya dia berteladan kepada Amir al-Mukminin (Imam Ali bin Abi Thalib). Thariqahnya adalah kefakiran yang hakiki dan kema'rifatan yang fitrah.[1]
Keturunan
[sunting | sunting sumber]Memiliki putra yaitu:
- Alwi al-Ghoyur, meninggal pada 619 H.[2]
- Ali, meninggal pada 673 H.[2]
- Ahmad, meninggal 706 H.[2]
- Abdullah[2]
- Abdurrahman[2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Sumber
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e "Nasab Ahlul-Bait Nabi dari Keluarga Alawiyyin". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-12-12. Diakses tanggal 2008-07-29.
- ^ a b c d e Naqobatul Asyrof al-Kubro, Generasi ke-18