[go: up one dir, main page]
More Web Proxy on the site http://driver.im/

Komet

benda es kecil di Tata Surya yang memiliki orbit lonjong

Komet atau kelodan adalah benda langit yang mengelilingi matahari dengan garis edar berbentuk elips/lonjong, parabolis, atau hiperbolis.[1]

Komet Lovejoy difoto dari Stasiun Luar Angkasa Internasional pada 2011

Istilah "komet" berasal dari bahasa Yunani, kometes (κομήτης) yang berarti "rambut panjang".[2] Istilah lainnya adalah bintang berekor[3] yang tidak tepat karena komet sama sekali bukan bintang.[3] Orang Jawa menyebutnya sebagai lintang kemukus karena memiliki ekor mirip 'kukus' atau berdebu.[4] Di samping itu, ekornya juga mirip buah kemukus yang dikeringkan.

Komet terbentuk dari es dan debu.[5] Komet terdiri dari kumpulan debu dan gas yang membeku pada saat berada jauh dari Matahari.[1] Ketika mendekati Matahari, sebagian bahan penyusun komet menguap membentuk kepala gas dan ekor.[5] Komet juga mengelilingi Matahari, sehingga termasuk dalam sistem tata surya.[6] Komet merupakan gas pijar dengan garis edar yang berbeda-beda.[6] Panjang "ekor" komet dapat mencapai jutaan km.[2] Beberapa komet menempuh jarak lebih jauh di luar angkasa daripada planet.[7] Beberapa komet membutuhkan ribuan tahun untuk menyelesaikan satu kali mengorbit Matahari.[7]

Komet dapat dilihat ketika masih jauh dari matahari, bagian yang pertama kali dilihat adalah inti komet. Komet merupakan benda angkasa yang mirip asteroid, tetapi hampir seluruhnya terbentuk dari gas (karbon dioksida, metana, air) dan debu yang membeku.

Komet sering juga disebut dengan bintang berekor. Komet memiliki orbit atau lintasan yang berbentuk elips, lebih lonjong dan panjang daripada orbit planet. Komet merupakan benda angkasa seperti lapisan batu yang terlihat mempunyai cahaya dikarenakan adanya gesekan-gesekan atom-atom di udara.

Sejarah komet

sunting

Selama berabad-abad, kemunculan sebuah komet dipercaya sebagai suatu pertanda akan datangnya sebuah malapetaka besar. Penampakan sebuah komet dan sesekali pula pergerakannya dicatat secara akurat. Astronom Babilonia dan Tiongkok mempercayai bahwa komet adalah objek yang beredar di angkasa sebagaimana halnya planet. Bangsa Yunani beranggapan bahwa komet adalah fenomena atmosfer, sejenis dengan uap air yang berasal dari permukaan Bumi. Pandangan ini sempat diterima secara meluas hingga pada abad XVI, saat Tycho Brahe memaparkan pandangannya bahwa komet tidak hanya sebuah fenomena alam, tetapi diyakini sebagai sebuah benda angkasa yang letaknya dari bumi lebih jauh daripada Bulan.

Seabad kemudian, Isaac Newton menemukan sebuah metode untuk menghitung orbit dari sebuah komet berdasarkan lintasan yang dapat diamati di angkasa. Newton menentukan bahwa komet yang tampak pada bulan Desember 1680 mengikuti orbit parabola yang sangat panjang. Edmond Halley, seorang ilmuwan yang hidup sezaman dengan Newton menemukan bahwa orbit dari komet yang pernah muncul pada tahun 1531, 1607, dan 1682 adalah hampir identik. Penemuan ini membawanya kepada suatu kesimpulan bahwa ketiga penampakan tersebut melibatkan komet yang sama. Ia kemudian meramalkan bahwa komet tersebut akan muncul lagi pada tahun 1758. Sayang, usianya tidak cukup panjang untuk bisa menyaksikan kebenaran ramalannya itu. Penampakan komet tersebut–yang kemudian dinamai komet Halley–ternyata telah tercatat sebanyak 20 kali sejak tahun 239 SM. Penampakannya yang terakhir adalah pada tahun 1985-1986.

Komet yang baru ditemukan biasanya diberi nama menurut tahun penemuannya ditambah sebuah huruf yang mengindikasikan urutan penampakan komet itu pada tahun saat komet tersebut ditemukan. Saat tanggal waktu komet mencapai titik perihelion dapat diketahui, komet itu segera dinamai menurut angka tahun kalender saat itu dikuti dengan angka Romawi yang menunjukkan urutan kronologis perlintasan pada perihelion pada tahun itu (misalnya, 1882 II). Beberapa komet dinamai menurut nama penemunya, misalnya komet Halley; juga komet Hale-Bopp yang dinamai menurut nama dua orang astronom amatir yang melaporkan penampakannya pada malam yang sama pada tahun 1995.

Asal-usul komet

sunting

Komet berasal dari awan Oort yang terletak di sisi luar sistem tata surya. Awan Oort berisi triliunan komet. Seiring berjalannya waktu, komet-komet berpisah dari awan dan terlempar ke matahari. Inti komet terletak di pusat, terbuat dari gas serta debu batuan dan merupakan benda padat yang stabil. Pada saat komet mendekati matahari, sebagian materi tersebut terlempar dari permukaan inti komet.

Ekor ion, dapat mencapai 100 juta kilometer, terbentuk dari proses ionisasi gas pada saat berinteraksi dengan angin matahari; dan ekor komet selalu menjauhi matahari. Hal ini disebabkan oleh angin matahari menerpa awan gas yang melingkupi komet. Ketika komet mendekati matahari, ekornya terbentang ke belakangnya.

Komet baru yang saat ini teramati tampaknya berasal dari selubung benda es yang besar yang berada sekitar satu tahun cahaya dari Matahari. Model ini dikembangkan tahun 1950-an oleh astronom Belanda Jan Oort (19001992). Awan Oort yang belum teramati tersebut dapat memuat 100 miliar benih komet.

Gangguan gravitasi dari bintang lain di sekitar Matahari dapat mengganggu keseimbangan awan ini dan mengirimkan beberapa komet secara acak menuju Matahari. Komet tersebut akan menjadi komet periode panjang, yang orbitnya hampir parabola dan periode revolusinya mengelilingi Matahari mencapai 200 hingga jutaan tahun.

Komet dengan periode yang lebih pendek mengorbit seperti planet dan berasal dari Sabuk Kuiper. Sabuk ini berada lebih dekat ke Tata Surya dalam daripada Awan Oort.

Bila sebuah komet lewat di dekat sebuah planet-planet besar, terutama Jupiter, komet akan dipengaruhi oleh gravitasi planet tersebut. Komet dapat jatuh ke planet; atau dipercepat lajunya dan keluar dari Tata Surya, atau bergerak dalam orbit lonjong lebih dekat lagi ke Matahari.

Banyak teori yang telah dicetuskan dalam seabad terakhir ini mengenai asal mula komet, tetapi salah satu yang paling luas diterima saat ini menyebutkan bahwa komet terbentuk pada saat yang sama dengan saat terbentuknya tata surya. Pada tahun 1950, Jan Oort, seorang astronom Belanda mengajukan teorinya bahwa Matahari dikelilingi oleh “kabut” besar yang terdiri dari material komet pada jarak sekitar 1000 kali garis terngah tata surya yang kita ketahui. Teori ini kemudian diikuti dengan teori dari Gerard Kuiper, pada tahun 1951 yang menggagas bahwa sabuk material komet tersebut terletak pada suatu daerah yang berjarak beberapa ratus kali jarak Bumi-Matahari. Gangguan yang berasal dari objek di luar tata surya dapat menyebabkan beberapa di antara material tersebut keluar dari sabuk komet dan memasuki tata surya bagian dalam sebagai sebuh komet, di mana komet dengan periode pendek diduga muncul dari sabuk ini, yang kemudian dinamai sebagai sabuk Kuiper.

Kedua teori ini dapat diterima secara luas dikalangan para astronom. Sebuah benda angkasa yang dinamai Chiron, pernah dianggap sebagai sebuah asteroid, kini dikelompokkan sebagai komet Kuiper-belt, dan sementara itu beberapa anggota dari sabuk Kuiper telah dapat diamati sejak 1992. Keberadaan “sabuk” tersebut dapat dibuktikan secara langsung pada tahun 1995 melalui hasil pengamatan lewat Teleskop Antariksa Hubble yang berhasil mengamati 30 objek mirip komet yang berada di luar orbit planet Pluto. Para astronom dewasa ini memperkirakan sejumlah 70.000 objek berukuran cukup besar–dan tak terhitung jumlahnya yang berukuran lebih kecil–menghuni daerah sabuk Kuiper dengan jarak antara 30 hingga 50 SA.

Banyak di antara komet, khususnya yang tergolong memiliki periode pendek, pecah secara perlahan-lahan, terutama karena pengaruh kekuatan gravitasi Matahari. Beberapa di antaranya telah diamati “tercebur” kedalam Matahari. Pengurangan kecerlangan dari komet berperiode pendek juga dapat kita amati. Komet juga menghasilkan buangan di belakang orbitnya, dalam bentuk jutaan meteoroid. Saat Bumi melintasi orbit sebuah komet, dapat disaksikan hujan meteor.

Bagian-bagian komet

sunting
 
 

Bagian-bagian komet terdiri dari inti, koma, awan hidrogen, dan ekor.[8] Bagian-bagian komet sebagai berikut.[9]

Inti komet adalah sebongkah batu dan salju.[10] Ekor komet arahnya selalu menjauh dari Matahari.[8] Bagian ekor suatu komet terdiri dari dua macam, yaitu ekor debu dan ekor gas.[11] Bentuk ekor debu tampak berbentuk lengkungan, sedangkan ekor gas berbentuk lurus.[11] Koma atau ekor komet tercipta saat mendekati Matahari yaitu ketika sebagian inti meleleh menjadi gas.[12] Angin Matahari kemudian meniup gas tersebut sehingga menyerupai asap yang mengepul ke arah belakang kepala komet.[12] Ekor inilah yang terlihat bersinar dari bumi.[12] Sebuah komet kadang mempunyai satu ekor dan ada yang dua atau lebih.[11]

Saat bersinar di langit, sebuah komet yang terang memiliki kepala dengan inti mirip bintang yang disebut nukleus. Nukleus dikelilingi oleh halo yang berpendar yang disebut koma dan ekor transparan yang panjang. Nukleus berukuran beberapa kilometer. Koma panjangnya dapat mencapai 100 ribu km atau lebih keluar dari nukleus. Ekor dapat berukuran sepanjang jutaan kilometer di antariksa.

Pengamatan ultraviolet dari pesawat luar angkasa menunjukkan awan hidrogen besar yang menyelimutinya. Awan hidrogen ini dapat tumbuh mencapai puluhan juta kilometer. Awan ini tidak dapat dilihat dari bumi.

Inti (nukleus) dan koma

sunting

Hampir seluruh massa komet terpusat pada nukleus (inti komet). Diameter dari nukleus biasanya berkisar antara beberapa kilometer dengan kepadatan antara 0,1 hingga 1 g/cm³, mengindikasikan bahwa kepadatannya termasuk renggang. Berdasarkan model “bola salju kotor” yang digagas oleh Frel L. Whipple, yang berdasarkan penelitian lanjutan kemudian terbukti kebenarannya, nukleus komet tesusun dari sekumpulan materi yang terdiri atas air, karbon monoksida, metanol, amonia, dan metana. Seluruhnya dalam keadaan beku serta tercampur dengan debu. Saat komet mendekati Matahari, materi beku tersebut menyublim dan membentuk kabut gas dan debu—yang disebut koma—di sekeliling nukleus. Makin dekat ke Matahari, gas yang terbentuk semakin banyak. Partikel-partikel pada komet terdorong dari nukleus oleh tekanan radiasi dan angin Matahari (aliran partikel Matahari).

Rata-rata diameter dari koma adalah sekitar 100.000 km, tetapi massanya terbilang kecil. Beberapa molekul terdekomposisi dan terionisasi oleh sinar ultraviolet dalam pelepasannya dari nukleus ke ekor komet. Hasil-hasil yang dapat diamati dari proses ini meliputi atom-atom hidrogen dan oksigen, air, dan radikal hidroksil (OH). Molekul dan senyawa karbon juga ditemukan dalam konsentarasi yang 100 kali lebih rendah dari nukleus, sementara jumlah molekul NH, NHH, CH, dan molekul nitrogen ditemukan dengan konsentrasi 1000 kali lebih rendah. Juga terdeteksi karbon monosulfida (CS) dan serta atom dan molekul sulfur. Sementara itu unsur etana juga ditemukan di komet Hyakutake. Bagian koma dari sebuah komet umumnya mengecil saat komet mendekati Matahari, dan molekulnya terdekomposisi lebih cepat oleh angin Matahari sehingga terdorong ke arah ekor komet.

Miliaran komet mungkin mengorbit jauh di pinggir terluar tata surya, tetapi tidak dapat dilihat dari bumi. Komet-komet itu bersinar di langit hanya saat bergerak di dekat Matahari. Penjelasan yang paling diterima luas mengenai komet adalah model "bola salju kotor", yang diajukan oleh astronom AS, Fred Whipple tahun 1950.

Saat sebuah komet berada di bagian jauh tata surya, komet hanya terdiri dari nukleus. Tanpa ekor dan tanpa koma. Bentuk dan permukaannya tidak beraturan. Nukleus tersusun sebagian besar oleh air beku dan gas beku lainnya (salju) yang bercampur dengan padatan logam atau batuan (kotor). Kepadatannya sangat rendah begitu juga gravitasi permukaannya.

Citra dari pesawat ruang angkasa menunjukkan bahwa nukleus bekunya berwarna hitam gelap dan berotasi. Ketidakteraturan permukaan inti terdiri atas retakan, bukaan dan kawah.

Nukleus menjadi aktif saat komet mendekat matahari. Awan debu dan gas, terutama tersusun dari uap air, menyembur dari celah permukaan setiap kali nukleus menghadap ke Matahari.

Gas yang terlepas dari nukleus terdiri dari 80 persen uap air dengan sisa zat lain seperti karbon dioksida, karbon monoksida, amonia, dan metana. Sebagian butiran debu tersusun dari silikat; sementara sisanya berupa debu yang tersusun atas karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Es, debu, dan gas ini terbentuk pada suhu yang rendah.

Sebagian butiran debu yang baru terkumpul memuat mineral yang terbentuk pada suhu tinggi. Debu ini terbentuk saat komet dekat dengan matahari. Partikel yang berasal dari lingkungan yang berbeda ini berkumpul pada komet yang letaknya jauh dari matahari, masih misterius.

Para ilmuwan terkesan ketika menemukan adanya molekul organik kompleks dalam materi yang mereka kumpulkan dari komet, yang mungkin dapat memiliki makna penting bagi asal-usul kehidupan di Bumi.

Saat nukleus komet memasuki tata surya dalam sekitar beberapa ratus juta kilometer dari Matahari, ia mengalami pemanasan. Gas menyublim dan lepas ke antariksa bersama debu dari permukaannya. Gravitasi komet terlalu lemah untuk menahan lepasnya gas dan debu. Mereka menyebar ke sekitar nukleus sejauh ribuan kilometer dan membentuk koma.

Komet bersinar karena gas ini berpendar dan debu memantulkan sinar matahari. Astronom menggunakan teleskop besar untuk mencitrakan sekitar 25 koma per tahun.

Ekor komet

sunting

Saat komet yang menyala dapat terlihat, ciri yang paling mencolok adalah ekor. Dalam penampakan komet Halley pada tahun 1910, ekor komet terentang hingga lebih dari 90º di lengkung langit. Dalam penampakan komet Halley yang terakhir sekitar tahun 1985-1986, titik pemanjangan ini tercapai saat komet berada dalam sudut yang jauh dari Matahari, sehingga tidak terlihat terlalu dramatis di langit malam.

Panjang ekor komet berkisar antara 1 juta hingga 100 juta km. Ekor komet biasanya pertama kali muncul saat komet berada pada jarak 1,5 SA dari Matahari. Meskipun berukuran sedemikian besar, tetapi setiap 1 km³ volume ekor komet mengandung materi lebih sedikit dibandingkan dengan 1 mm³ udara.

Saat sebuah komet berada di dekat Matahari, komet dapat memunculkan ekor gas dan debu yang dilepaskan dari nukleus. Radiasi ultraviolet mengubah gas menjadi radikal bebas dan ion. Ion berinteraksi dengan partikel bermuatan yang disemburkan oleh Matahari melalui angin matahari. Ion ini pada akhirnya membentuk ekor gas atau ion yang selalu menjauhi matahari.

Tekanan radiasi, atau pancaran sinar matahari yang kuat, mendorong partikel debu keluar. Komet terus bergerak dan ekor debunya melengkung di belakangnya. Ekor komet begitu tipis sehingga hanya dapat dilihat dengan teropong bintang. Molekul dan atom netral terus mengembang keluar hingga mereka terionisasi. Atom-atom hidrogen membentuk awan hidrogen besar. Awan hidrogen yang mengelilingi nukleus komet Halley tahun 1986 tumbuh hingga diameter ratusan ribu kilometer.

Efek ion hidrogen yang dilepaskan oleh Komet Halley pada angin matahari dideteksi sejauh 35 juta kilometer dari nukleus. Sebuah gelombang kejut ketika gas komet menahan dan memperlambat angin matahari ditemukan sekitar 400 ribu kilometer di depan komet.

Ekor komet terbentuk dari gas koma dan selalu menjauhi Matahari. Semula, diduga bahwa tekanan dari radiasi Matahari adalah satu-satunya penyebabnya, tetapi saat ini telah diketahui bahwa angin Matahari memiliki peranan yang lebih besar dalam menentukan arah ekor komet. Angin Matahari mengandung partikel-partikel yang terlempar dari Matahari. Kekuatan tekanan dari partikel-partikel ini terhadap molekul gas dalam koma berkisar 100 kali lebih besar dari kekuatan gravitasi Matahari, dengan demikian molekul-molekul tersebut terdorong oleh angin Matahari. Angin Matahari tidaklah stabil, dan dapat mempengaruhi struktur ekor komet. Flare Matahari dan gangguan lainnya pada Matahari sesekali dapat membuat ekor komet terlihat bergolak atau berbelok.

Sebuah komet dapat memiliki satu daripada dua jenis ekor, atau bahkan kedua-duanya sekaligus–yang biasa disebut sebagai komet berekor ganda. Jenis ekor komet yang pertama adalah ekor yang memanjang dan hampir lurus, memiliki struktur yang mirip serabut yang terdiri dari gas yang terionisasi. Tipe ini digolongkan sebagai ekor Tipe I. Sedangkan tipe ekor komet lainnya yang tergolong sebagai Tipe II, atau “ekor debu” berbentuk kelokan yang tajam dan lebih kabur. Tipe ini tersusun atas debu yang diterpa oleh cahaya Matahari. Sebuah komet dapat memiliki beberapa ekor debu disamping juga ekor gas (Tipe I). Beberapa komet diketahui memiliki ekor yang ganjil, di mana ekornya menunjuk ke arah Matahari (contohnya adalah komet Arent Roland, 1957 III). Ekor komet jenis ini terdiri dari lapisan debu yang sangat tipis yang keluar dari lapisan terluar komet dan terkumpul disekitar orbit komet. Gas yang menyusun ekor komet di antaranya CO+, molekul nitrogen, CH+, karbon dioksida, dan OH+. Ion-ion tersebut, seperti yang juga dijumpai pada koma terbentuk saat molekul yang lebih besar terpisahkan oleh angin Matahari.

Pemanasan yang tidak merata dapat menyebabkan gas baru dihasilkan keluar dari titik lemah pada permukaan inti komet, mirip dengan geyser. Aliran gas dan debu dapat menyebabkan inti berputar, dan bahkan terpecah. Pada tahun 2010 terungkap es kering (karbon dioksida padat) dapat mengalir keluar dari inti komet. Ini karena pesawat ruang angkasa terbang mendekat sehingga dapat melihat tempat jet itu keluar, kemudian mengukur spektrum inframerah pada saat itu yang menunjukkan bahan-bahan penyusunnya.

Fenomena komet

sunting

Komet merupakan fenomena alam yang amat menarik untuk diamati. Pada tahun 1705 Edmond Halley memperkirakan bahwa komet terlihat pada tahun 1531, 1607, 1682, dan 1758. Komet Halley—begitu nama komet tersebut—terakhir terlihat pada tahun 1986 silam. Inti atau pusat dari Komet Halley di perkirakan kurang lebih 16 × 8 × 8 km. Inti dari Komet Halley sangat gelap.

Diperkirakan Komet Halley akan tampak lagi tahun 2061, karena kemunculan Komet Halley ini 76 tahun sekali. Komet-komet lain yang cukup dikenal adalah Komet West, Komet Encke (muncul tiga tahun sekali), Komet Hyakutake, dan Komet Hale-Bopp.

Komet merupakan benda kecil yang sangat sulit untuk dilihat. Meskipun demikian, benda tersebut merupakan satu-satunya planetoida yang dikenal sejak zaman purbakala. Ketika komet mendekati matahari, terjadi efek visual yang spektakuler. Komet tersebut menguap dan memiliki ekor yang terang, membentang hingga puluhan juta kilometer di belakangnya. Saat ini diketahui terdapat banyak komet yang telah menghantam planet-planet. Komet mungkin turut berperan dalam mengembangkan kehidupan di Bumi. Komet berbeda dengan asteroid, benda tersebut berbahan utama es dan debu. Para ahli berpendapat bahwa komet merupakan bola salju kotor.

Komet atau benda bergerak di langit jumlahnya banyak sekali. Masing-masing komet memang telah diberi nama, sekalipun masyarakat awam tak akan mengenal seluruh nama-nama komet tersebut. Salah satu nama komet yang mungkin sering didengar adalah komet Halley. Masing-masing komet tidak saja diberi nama yang berbeda namun sebenarnya bila diamati dengan saksama, memiliki ciri-ciri yang berbeda pula satu sama lainnya.

Komet adalah salah satu benda langit yang sering diartikan sebagai bintang jatuh. Namun sebenarnya komet bukanlah bintang, ia adalah benda langit yang mengitari matahari dan memiliki orbitnya sendiri seperti planet. Dengan demikian komet seperti juga planet akan terus berputar mengitari matahari pada orbitnya.

Hal unik dari benda langit ini adalah ketika komet mendekati matahari, komet akan membentuk suatu atmosfer di sekelilingnya. Ketika komet melaju dengan sangat cepat, atmosfer ini bahkan bisa membentuk sebuah ekor sehingga komet terlihat sangat indah. Pada saat membentuk ekor inilah sering kali terlihat dari bumi sebagai sebuah bintang berekor, sehingga ada pula yang mengatakan komet sebagai bintang berekor.

Pengamatan lebih detail tentang komet tentu saja dengan menggunakan teropong bintang, sehingga bisa mengamati lebih detail tentang bentuk dan ciri-ciri khususnya. Seperti telah disinggung sebelumnya selain memiliki nama yang berbeda, masing-masing komet ini juga memiliki ciri dan karakter yang berbeda.

Orbit komet

sunting

Semua komet beredar di tata surya dalam orbit elips (bulat telur). Komet yang tercatat memiliki periode orbit terpendek adalah komet Encke (3,3 tahun), sedangkan komet yang memiliki periode panjang, memerlukan waktu hingga ribuan tahun untuk satu kali mengorbit Matahari. Beberapa komet yang diamati menunjukkan bahwa komet itu hanya sekali muncul dalam orbit parabolik atau hiperbolik yang membawanya mendekati Matahari hanya dalam sekali seumur hidupnya, menimbulkan suatu kemungkinan bahwa komet tersebut mungkin berasal dari luar tata surya, tetapi kurangnya data membuat dugaan ini sulit untuk dibuktikan.

Hampir seluruh komet yang kita kenali mendekati Matahari dalam jarak antara 0,005 hingga 2,5 SA (satuan astronomi) pada perihelion. Apabila perihelion komet lebih jauh dari 2,5 SA, komet biasanya tidak dapat diamati. Banyak di antara komet memiliki aphelion di sekitar orbit planet luar. Sekelompok komet yang terdiri dari sekitar 75 komet diketahui sebagai “keluarga dekat” Jupiter dan memiliki aphelion di sekitar orbit planet tersebut. Beberapa di antaranya merupakan kelompok komet yang mengorbit secara bersama-sama. Komet jenis ini biasanya merupakan sisa-sisa dari sebuah komet raksasa yang kemudian pecah dikarenakan pengaruh gravitasi dari Matahari atau sebuah planet.

Para ilmuwan telah memindai sekitar 900 orbit komet. Beberapa di antaranya memiliki orbit di antara garis edar planet Venus dan Mars dan memerlukan beberapa tahun untuk berevolusi. Sementara yang lainnya, memiliki orbit yang eksentris, yaitu berbentuk lonjong dan memerlukan waktu berabad-abad untuk melakukan revolusi. Komet sering diklasifikasikan menurut panjang periode orbit mereka: semakin lama periode lebih panjang elips.

Manfaat komet

sunting

Komet yang muncul di langit sangatlah penting, bahkan bila mereka tidak bersinar terang. Mereka mungkin satu-satunya benda yang tersisa sebagai bahan asli dari masa tata surya terbentuk sekitar 5 miliar tahun lalu. Bumi, bulan dan benda langit lainnya semua sudah berubah akibat aktivitas tektonik, erosi, atau tumbukan. Hanya komet yang tetap seperti itu semenjak awalnya.

Pesawat antariksa robotik mengunjungi dan meneliti komet dengan perlengkapan canggih. Pesawat-pesawat tersebut antara lain: Giotto dari ESA dan Deep Space 1 dari AS mengirimkan citra close-up pada tahun 1986 dan 2001; Deep Impact dari NASA membuat kawah di komet dan mempelajari bahan-bahan yang terlontar dari kawah tahun 2005; dan Stardust dari NASA mengumpulkan debu kosmik di komet dan kembali ke Bumi tahun 2006. Selanjutnya, Rosetta milik ESA akan mengorbit dan menurunkan robot di komet tahun 2014.

Nasib komet

sunting

Saat komet mengalami percepatan di dekat matahari, nasibnya menjadi tidak teramalkan. Jet kuat gas dan debu dari nukleus dapat mengubah gerakan orbitnya. Bila sebuah komet berhasil memutari Matahari, komet akan meneruskan orbitnya kembali ke daerah beku di tata surya luar. Beberapa material komet yang tersisa akan kembali membeku di sana. Koma dan ekor lenyap.

Beberapa komet lewat terlalu dekat dengan Matahari hingga mereka pecah atau habis menguap. Beberapa komet terlalu dekat hingga malah masuk langsung ke Matahari dan lenyap.

Komet periodik tidak dapat diaktivasi ulang untuk menumbuhkan koma dan ekor baru terus-menerus. Nukleusnya semakin lama semakin terkikis. Setiap memutari Matahari, komet kehilangan beberapa meter lapisan permukaannya. Komet Halley misalnya, kehilangan sekitar 1 persen massanya tiap kali melintasi perihelion.

Pada akhirnya, sebuah komet periodik akan kehilangan semua bahan lembutnya. Potongan zat padat dapat bertahan. Benda ini akan terus mengorbit Matahari seperti planet kecil.

Sejumlah komet periodik yang ditemukan pada dekade sebelumnya atau abad sebelumnya kini hilang. Orbit mereka tidak pernah dikenal cukup baik untuk memprediksi penampilan masa depan atau komet telah hancur. Namun, kadang-kadang komet "baru" ditemukan, dan perhitungan orbitnya menunjukkan hal itu terjadi komet lama "hilang". Contohnya adalah Komet 11P/Tempel-Swift-LINEAR, ditemukan pada tahun 1869 namun tidak teramati setelah 1908 karena gangguan oleh Jupiter. Itu tidak ditemukan lagi sampai tidak sengaja ditemukan kembali oleh LINEAR pada tahun 2001.

Tumbukan komet

sunting

Tumbukan komet dengan planet merupakan hal yang jarang terjadi. Salah satu peristiwa tumbukan terjadi pada Juli 1994 ketika komet Shoemaker-Levy 9 pecah menjadi 20 keping dan menghantam Jupiter.

Para ilmuwan berspekulasi bahwa tabrakan antara komet dan planet dapat terjadi sewaktu-waktu. Diduga beberapa tumbukan antara Bumi dengan komet yang pernah terjadi beberapa juta tahun lampau menghasilkan lapisan debu yang sangat tebal yang menutupi atmosfer bumi hingga menyebabkan punahnya beberapa spesies hewan purba. Tabrakan dengan komet juga diperkirakan merupakan penyebab dari sebuah ledakan dahsyat yang pernah terjadi di bulan Juni 1908 di daerah Tunguska, Rusia. Di lain pihak, ada juga ilmuwan yang mempercayai bahwa Bumi secara konstan telah dibombardir oleh komet yang berukuran kira-kira sebesar rumah tanpa menyebabkan kerusakan. Tabrakan ini diduga berpengaruh terhadap persediaan air dan adanya beberapa unsur kimia di Bumi.

Salah satu peristiwa tabrakan komet dengan planet yang terkenal terjadi pada tanggal 16-22 Juli 1994. Saat itu setidaknya 20 pecahan besar dari komet Shoemaker-Levy 9 menumbuk permukaan planet Jupiter dengan kecepatan 60 km/sekon, menimbulkan awan panas setinggi ribuan km di atas permukaan planet tersebut. Peristiwa itu meninggalkan gelembung panas yang terdiri atas gas yang berasal dari atmosfer Jupiter. Bekas yang ditinggalkannya berupa sebuah area besar yang gelap di atmosfer planet tersebut bertahan hingga beberapa bulan setelah peristiwa tersebut berlalu. Pecahan komet Shoemaker-Levy 9 menghantam Jupiter pada posisi lintang 45° dan posisi bujur 6,5° di permukaan bagian luar planet raksasa tersebut. Pecahan terbesar dari komet yang menumbuk Jupiter diperkirakan berdiameter sekitar 2 km. Para astronom mengamati peristiwa ini dari Bumi melalui gambar-gambar yang dikirim oleh teleskop antariksa Hubble dan wahana antariksa Galileo.

Jenis-jenis komet

sunting

Berdasarkan bentuk dan panjang lintasannya, komet dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.[13]

  • Komet berekor panjang, yaitu komet dengan garis lintasannya sangat jauh melalui daerah-daerah yang sangat dingin di angkasa sehingga berkesempatan menyerap gas-gas daerah yang dilaluinya. Ketika mendekati Matahari, komet tersebut melepaskan gas sehingga membentuk koma dan ekor yang sangat panjang. Contohnya, komet Kohoutek yang melintas dekat Matahari setiap 75.000 tahun sekali dan komet Halley setiap 76 tahun sekali.
  • Komet berekor pendek, yaitu komet dengan garis lintasannya sangat pendek sehingga kurang memiliki kesempatan untuk menyerap gas di daerah yang dilaluinya. Ketika mendekati Matahari, komet tersebut melepaskan gas yang sangat sedikit sehingga hanya membentuk koma dan ekor yang sangat pendek bahkan hampir tidak berekor. Contohnya komet Encke yang melintas mendekati Matahari setiap 3,3 tahun sekali.

Komet nonperiodik dan periodik

sunting

Komet nonperiodik

sunting

Dari sekian banyak nama komet, ada beberapa jenis komet yang hanya ditemukan sekali, diperkirakan karena memiliki orbit yang sangat panjang dan lama untuk melewati satu putaran; yang disebut komet nonperiodik.

Contoh komet nonperiodik antara lain, komet Arend-Roland, komet Brooks, komet Ikeya-Seki, komet Lulin, dan komet Kohoutek.

Komet periodik

sunting

Astronom telah mendaftarkan sekitar 150 komet periode pendek atau periodik, yang memiliki periode revolusi mengelilingi Matahari hanya beberapa tahun atau puluh tahun hingga 200 tahun. Mereka bersinar secara periodik di langit setiap kali komet ada di dekat Matahari.

Komet yang paling konsisten dan terkenal adalah Komet Halley, dengan 30 pelintasan perihelion berurutan yang tercatat sejak 240 SM. Pengamatan lewat teleskop selama lebih tiga tahun sebelum dan sesudah pelintasan perihelionnya tanggal 9 Februari 1986 menjadikan Komet Halley sebagai komet yang telah dianalisis paling baik hingga sekarang.

Berbeda dengan komet nonperiodik, komet ini dapat dilihat beberapa kali melintasi bumi. Komet periodik rata-rata memiliki jarak orbit yang lebih pendek, sehingga untuk kembali pada satu titik yang sama bisa ditempuh dalam waktu lebih cepat. Tidak mengherankan bila komet yang dikategorikan sebagai komet periodik ini bisa dilihat beberapa tahun sekali.

Contoh komet periodik antara lain, komet Halley, komet Hartley, komet Kopff, dan komet Encke.

Nama-nama komet

sunting

Komet biasanya dinamakan sesuai penemunya. Pengecualian memang ada. contohnya Komet Halley. Komet ini dinamakan berdasarkan nama Edmond Halley (16561742), untuk menghargai orang yang pertama kali menghitung orbitnya. Nama tiga orang pertama yang melaporkan menemukan komet baru secara serentak dapat diambil sekaligus untuk nama komet tersebut. Karena perburuan komet adalah aktivitas internasional, maka sering kali kita menemukan komet dengan nama yang susah disebut seperti komet periode pendek (5,3 tahun) bernama Komet Honda-Mrkos-Pajdusakova!

Sekarang telah dikenal banyak nama komet, antara lain sebagai berikut.[14]

Berburu komet dan penyelidikan terhadap komet

sunting

Beberapa komet baru dapat ditemukan setiap tahun. Astronom profesional menemukannya dalam tumpukan data di observatorium, sementara astronom amatir menemukan sisanya.

Dewasa ini, pengamatan terhadap komet dapat dilakukan melalui teleskop visual maupun teleskop fotografi yang dapat memotret pada area yang luas di angkasa. Sekitar sepuluh komet baru ditemukan tiap tahunnya, dan rata-rata dalam tiga tahun terdapat satu komet yang dapat diamati dengan mata telanjang.

Selain pengamatan melalui teleskop, para astronom juga memanfaatkan wahana antariksa untuk melakukan penelitian terhadap komet. Komet Giacobioni Zinner tercatat sebagai komet pertama yang diselidiki dari jarak dekat oleh wahana antariksa ketika pada tanggal 11 September 1985, wahana [[International Cometary Explorer]] (ICE) melintasi ekor plasma komet tersebut.

Komet Halley termasuk komet yang paling banyak diselidiki oleh wahana antariksa. Saat komet tersebut melintas di dekat orbit bumi pada sekitar tahun 1985-1986 tercatat wahana Vega 1 dan 2 (Uni Soviet–sekarang Rusia), Sakigake (Jepang), Suisei (Jepang), dan Giotto (Uni Eropa) melintasi komet tersebut untuk melakukan beberapa penyelidikan.

Terkadang komet juga diselidiki oleh wahana yang semula bukan dirancang untuk kepentingan tersebut. Pada bulan Maret 1996, wahana antariksa NEAR (Near Earth Asteroid Rendezvous) berhasil mengambil gambar komet Hyakutake dalam perjalanannya menuju asteroid 433 Eros. Sementara itu pada tanggal 22 September 2001, wahana Deep Space 1—yang sebenarnya hanya merupakan sebuah wahana eksperimen yang telah habis masa tugasnya——berhasil diarahkan untuk melintas dalam jarak hanya 2.200 km dari inti komet Borrelly. Para ilmuwan berharap wahana ini dapat mengirimkan informasi mengenai sifat-sifat permukaan inti komet, mengidentifikasi gas yang terkandung di dalamnya, dan mengukur interaksi angin Matahari dengan komet.

Misi penelitian lain yang sedang berjalan adalah misi wahana Stardust yang telah diluncurkan pada bulan Februari 1999. Wahana ini direncanakan untuk bertemu dengan komet P/Wild 2 pada bulan Januari 2004 untuk melakukan penelitian terhadap objek tersebut serta mengumpulkan material debu komet untuk dikembalikan ke bumi guna dianalisis pada bulan Januari 2006.

Sementara itu misi Rosetta yang direncanakan akan diluncurkan pada bulan Januari 2003 dikirimkan untuk mengorbit komet 46P/Wirtanen dan meluncurkan dua modul pendarat pada permukaan komet tersebut.

Sebuah fotografi komet dapat ditemukan menggunakan teleskop atau teropong dengan visual. Namun, bahkan tanpa akses ke peralatan optik, masih mungkin astronom amatir untuk menemukan komet online dengan men-download gambar akumulasi oleh beberapa observatorium satelit seperti SOHO. Komet SOHO 2000 ditemukan oleh astronom amatir Polandia, Michał Kusiak pada 26 Desember 2010.

Referensi

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ a b Budi Suryatin. Fisika SMP/MTs Kls IX (KTSP). Grasindo.
  2. ^ a b Ajen Dianawati. Intisari Pengetahuan Alam Lengkap (IPAL) SD. Kawan Pustaka.
  3. ^ a b Mikrajuddin. IPA FISIKA: - Jilid 3. Esis.
  4. ^ Komet Siding Spring: Nongol 1 Juta Tahun Sekali. Kedaulatan Rakyat, 6 November 2014.
  5. ^ a b Mikrajuddi dkk. IPA TERPADU: - Jilid 3B. Esis.
  6. ^ a b Amir Khosim & Kun Marlina. Geografi SMA/MA Kls X (Diknas). Grasindo.
  7. ^ a b Brian Williams. Fakta Paling Top: Alam Semesta. Erlangga for Kids.
  8. ^ a b Agung Nugroho dkk. Siap Menghadapi UN 09 IPA Terpadu SMP/MTs. Grasindo.
  9. ^ Redaksi Kawan Pustaka. Mudah Menguasai Fisika SMP Kelas 1. Kawan Pustaka..
  10. ^ Ian Braham. 2005. Ruang Angkasa. Erlangga for Kids.
  11. ^ a b c Wisnu Sasongko. Armageddon 2: Antara Petaka dan Rahmat Gema Insani.
  12. ^ a b c Iimu Pengetahuan (IPA) Kelas 6 Sekolah Dasar Yudhistira/Ghalia Indonesia.
  13. ^ Hartono. Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta. PT Grafindo Media Pratama.
  14. ^ Tim IPA KP. Alam Semesta; Penunjang Pelajaran IPA Kelas 4,5,6 SD. Kawan Pustaka.

Sumber

sunting

Bacaan lebih lanjut

sunting

Pranala luar

sunting