[go: up one dir, main page]
More Web Proxy on the site http://driver.im/

Dalam wiracarita Ramayana, Anjani atau Anjana (Dewanagari: अञ्जना; ,IASTAñjanā, अञ्जना) adalah istri raja kera bernama Ramona, ibu bagi Hanoman. Konon ia adalah reinkarnasi bidadari bernama Punjikastala. Sebelum memiliki putra, ia melakukan tapa untuk mendapatkan keturunan. Atas saran dari Resi Matangga—seorang pemuja Wisnu—ia bertapa di Wenkatacala. Setelah bertapa selama ribuan tahun, Dewa Bayu menampakkan wujudnya dan berkata bahwa ia akan menjadi putra Anjani. Kekuatan rohani sang dewa pun merasuki janin Anjani sehingga lahirlah seorang putra. Putra tersebut diberi nama Hanoman, yang sangat terkenal dalam wiracarita Ramayana.

Patung Anjani menimang Hanoman, di kuil Anjani Mata, di Chomu, Rajasthan, India.

Versi pewayangan

sunting

Tokoh Anjani dalam Ramayana juga diadaptasi ke dalam lakon pewayangan, dan diberi gelar "Dewi". Menurut pewayangan, Dewi Anjani adalah anak sulung dari Resi Gotama di Grastina dengan bidadari Dewi Indradi, bidadari keturunan dari Bahara Asmara.[1][2][3] Ia mempunyai Cupu Manik Astagina, bila dibuka didalamnya dapat dilihat segala peristiwa yang terjadi di angkasa dan di bumi sampai tingkat ketujuh. Cupu tersebut adalah pemberian ibunya dan merupakan pemberian dari Batara Surya pada waktu perkawinan Dewi Indradi dengan Resi Gotama.

Pada suatu hari, ketika Dewi Anjani sedang bermain-main dengan cupunya, datanglah kedua adiknya. Mereka senang sekali terhadap cupu tersebut, lalu menghadap ayahnya untuk memintanya. Dewi Anjani mengatakan bahwa cupu tersebut adalah pemberian dari ibunya. Dewi Indradi tidak dapat menjawab dari mana asalnya; ia tetap diam. Hal ini menimbulkan kemarahan Resi Gotama, sehingga istrinya disabda menjadi “tugu” dan dilempar jatuh ditapal batas negara Alengka.[4]

Karena menjadi rebutan ketiga saudara, akhirnya Cupu Manik Astagina dibuang oleh Resi Gotama. Tutupnya jatuh di telaga Sumala, sedangkan induknya tenggelam di telaga Nirmala. Ketiga bersaudara itu mengejarnya diikuti oleh masing-masing pengasuhnya yaitu, Jambawan (pengasuh Subali), Menda (pengasuh Sugriwa), dan Endang Suwarsih (Pengasi Dewi Anjani). Subali, Sugriwa, dengan kedua pengasuhnya kemudian sampai di telaga Sumala dan langsung terjun kedalamnya. Dewi Anjani dan pengasuhnya yang datang belakangan hanya duduk di tepi telaga. Karena terik matahari, Subali dan Sugriwa mencuci muka, kaki, dan tangannya, sehingga mengakibatkan bagian tubuh yang terkena air telaga itu berubah menjadi wanara. Ketika menyelam mencari cupu tersebut, mereka saling berjumpa tetapi tidak saling mengenal, sehingga terjadilah tuduh-menuduh yang akhirnya menjadi perkelahian. Kemudian mereka sadar dan keluar dari telaga, lalu menghadap ayahnya untuk memohon agar dapat dipulihkan kembali pada wujudnya yang semula. Namun ayahnya tiada kuasa untuk menolong.[4]

Resi Gotama menyuruh mereka semua bertapa dan memohon kepada dewa agar dapat dikembalikan seperti manusia. Dewi Anjani bertapa nyantoka (hidup sebagai cantoka/katak), Subali bertapa ngalong (hidup sebagai kelelawar besar), dan Sugriwa bertapa ngidang (hidup sebagai kijang) di hutan Sunyapringga; semuanya disertai pengasuh masing-masing. Dewi Anjani yang bertapa nyantoka di telaga Madirda kedatangan Hyang Pawana (Batara Bayu), kemudian terjadilah hubungan asmara, sehingga Dewi Anjani berputra Maruti berwujud Wanara yang berbulu putih. Dewi Anjani akhirnya mendapat pengampunan dewa, kembali berparas cantik dan disemayamkan di istana para bidadari.[5]

Referensi

sunting
  1. ^ R. Rio Sudibyoprono (1991). Ensiklopedi Wayang Purwa. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 45. ISBN 9799240034. 
  2. ^ piyoto. "Dewi Anjani". Diakses tanggal 16 Mei 2014. 
  3. ^ "Anjani". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 16 Mei 2014. 
  4. ^ a b R. Rio Sudibyoprono (1991). Ensiklopedi Wayang Purwa. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 46. ISBN 9799240034. 
  5. ^ R. Rio Sudibyoprono (1991). Ensiklopedi Wayang Purwa. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 46-47. ISBN 9799240034.